contoh laporan penelitian hasil observasi (versi universitas negeri malang)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kita
semua menyadari bahwa ada satu hal di dunia ini yang tidak pernah
berubaah yaitu perubahan itu sendiri. Perubahan-perubahan yang
berlangsung begitu cepat menuntut kita untuk dapat mengikuti dan
menyesuaikan dengan perubahan itu. Oleh karena itu, jika kita tidak
ingin ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain maka pendidikan mutlak kita
butuhkan untuk mengembangkan potensi anak di dalam negeri yang berperan
sebagai aset negara yakni melalui proses pembelajaran.
Sesuai
dengan Undang-Undang Dasar pasal 31 ayat 3 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang. Tujuan di atas dapat dicapai salah satunya dengan
mengembangkan dan meningkatkan mutu serta daya saing dalam pembelajaran
di sekolah-sekolah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran bagi guru-guru
di sekolah yang di lakukan harus selalu mengacu pada tujuan
undang-undang dengan memperhatikan karakteristik siswa sebagai penerus
bangsa.
Sunarto (1994:1) menyatakan bahwa:
Manusia
adalah makhluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang.
Sebagai mana di kenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapien, makhluk yang berbuat atau homofaber dan mahkluk yang dapat dididik atau homo educandum, merupakan
pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat di gunakan untuk
menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia
tersebut.
“setiap
individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan dan
karakteristik yang di dapat dari pengaruh lingkungan” (Sunarto, 1994:4).
Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswa
yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang ada didalam kelas, tidak
seorangpun yang sama. Mungkin dua orang kelihatannya hampir sama, akan
tetapi pada kenyataannya jika diamati keduanya tentu terdapat perbedaan.
Untuk
itu di perlukan guru-guru yang berkualitas, yang menguasai pendekatan,
strategi, model dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat
mengelola kegiatan pembelajaran dua macam kelas yang optimal pada
berbagai situasi siswa dan materi pembelajaran. Namun karena berbagai
sebab, kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan harapan para
guru di sekolah-sekolah yang menerapkan metode pembagian dua kelas.
Sebagian
besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran
tertentu. Hal ini mungkin di sebabkan oleh pendekatan, strategi, model,
atau metode yang diterapkan oleh guru kurang sesuai, juga kemampuan guru
serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga dan buku
pegangan siswa yang terbatas atau sebab lain yang tidak diketahui.
Keadaan
ini mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang
pembelajaran di sekolah, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran khususnya peningkatan prestasi belajar siswa dan
peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Hasil
observasi terhadap kualitas proses pembelajaran dan penelitian terkait
dengan hasil peninjauan mengindikasikan berbagai masalah yang dialami
oleh sebagian besar guru yang bermuara pada kinerja mengajar yang masih
rendah. Namun karena berbagai keterbatasan yang ada pada peneliti maka
masalah yang akan di pecahkan dalam penelitian ini dibatasi yaitu:
”apakah penerapan model pembelajaran dua macam kelas dapat mempermudah
kinerja guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di MA Nurul Jadid
Paiton Probolinggo?”
Masalah diatas menurut peneliti akan dapat di jawab melalui pemecahan dua sub masalah di bawah ini, yaitu:
1. Bagaimana
upaya meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan
model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Proboinggo?
2. Bagaimana
upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model
pembelajaran dua macam kelad di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
umum penelitian tentang pembelajaran di sekolah ini adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa dan peningkatan kinerja guru dalam
pembelajaran di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo melalui penerapan
model pembelajaran dua macam kelas yang di jabarkan dalam tujuan khusus
yaitu:
1. Meningkatkan
kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran
dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Interaksi Guru dan Siswa dalam Pembelajaran di Kelas
Kelas
merupakan sarana atau tempat penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat
yang paling dini, bahkan sampai perguruan tinggi. Dalam pembelajaran di
kelas, “belajar itu akan lebih berhasil apabila sesuai dengan minat dan
kebutuhannya. Cita-cita di masa yang akan datang merupakan faktor
penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan siswa untuk belajar”
(Sunarto, 1994:159).
Sebagian
besar guru tidak menyadari akan pengalaman pembelajaran di kelas pada
umumnya yang masih bersifat tradisional. Kebanyakan guru di kelas hanya
berceramah menerangkan konsep, memberikan contoh soal dan latihan soal,
kemudian mengadakan ulangan harian tanpa harus memperhatikan kebutuhan
siswa dalam belajar.
Guru
mengajar seperti hanya menyuapi makanan kepada siswanya. Siswa harus
menerima suapan itu tanpa ada perlawanan, tanpa aktif berfikir, orang
yang belajar dianggap sebagai individu yang pasif tanpa bisa memberikan
kritik apakah pengetahuan yang di terimanya benar atau tidak. Akibatnya
siswa menjadi sangat pasif, tidak kreatif dan tidak produktif. Bila hal
ini tidak segera diatasi maka tidak heran bila pemahaman siswa terhadap
pelajaran masih belum maksimal.
B. Pembelajaran Berdasarkan Teori Behavioristik
Salah
satu faktor yang mendasari perlunya perubahan praktek pembelajaran di
kelas yang masih sangat tradisional adalah faktor psikologis yang di
tandai dengan munculnya teori belajar yang dikenal dengan behavioristik.
“Gage
dan Berliner menyatakan bahwa menurut teori behavioristik belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman” (Maziatul,
2009). Pada intinya, teori behavioristik menekankan pada pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Seorang
siswa dianggap telah belajar sesuatu jika siswa yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini kegiatan
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus atau apa saja
yang diberikan guru kepada siswa dan output yang berupa respon atau
reaksi/tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut.
Teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran di aplikasikan dari beberapa
hal seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah pada
umumnya. Pembelajaran yang berpedoman pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah tersusun dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. “Siswa di harapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Artinya, apa yang di pahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus di
pahami oleh murid” Degeng dalam (Maziatul, 2009).
Pengaruh
bagi guru adalah bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan
pengetahuan dari benak guru ke otak siswa. Oleh karena itu peran guru
sebagai pendidik harus mengembangkan kurikulum yang terancang dengan
menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang
harus dicapai oleh para siswa. Karena teori behavioristik memandang
bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa
harus di hadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih
dulu secara ketat.
Pembiasaan
dan disiplin menjadi pegangan dalam belajar, sehingga pembelajaran
lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. kegagalan dalam
penambahan pengetahuan di kategorikan sebagai kesalahan yang perlu di
hukum dan keberhasilan belajar di kategorikan sebagai bentuk perilaku
yang pantas diberi hadiah. “Siswa adalah obyek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus di pegang oleh sistem yang
berada diluar diri siswa. Demikian juga, ketaatan pada aturan juga di
pandang sebagai penentu keberhasilan belajar” Degeng dalam (Maziatul,
2009).
C. Model Pembelajaran Dua Macam Kelas
Suatu
model pembelajaran dengan mengklasifikasikan tempat penyelenggaraan
pembelajaran atau kelas untuk menyesuaikan kemampuan, potensi dan bakat
siswa. Model pembelajaran dua macam kelas ini mengutamakan kerja sama
diantara guru dalam membentuk sistem belajar yang kondusif dengan tujuan
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model ini di rancang pada
umumnya supaya meningkatkan proses pembelajaran siswa yang berkaitan
dengan hasil belajar akademik, memudahkan dalam penyampaian materi
pembelajaran serta terbentuknya sistem pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Siswa
belajar dan saling membantu satu sama lain dalam pembelajaran, dengan
ragam yang sama siswa dimanfaatkan untuk berdiskusi, berdebat dan
menggeluti ide-ide yang mereka kuasai, sehingga memudahkan bagi para
pendidik dalam menciptakan suatu suasana pembelajaran yang produktif.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Teknik Pengumpulan Data
Untuk
mengetahui kualitas proses kegiatan pembelajaran maka dilakukan
observasi untuk mengetahui tingkat peran aktif guru selama proses
kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti melakukan observasi di salah
satu sekolah dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan
data dan informasi yang diperlukan dalam bentuk wawancara yang ditujukan
pada sebagian guru dan penyebaran angket pada siswa.
Angket
siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap kinerja guru
dalam penerapan model pembelajaran dua macam kelas yang di terapkan di
MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Sedangkan untuk mengetahui hasil
belajar siswa di lakukan penilaian kinerja guru melalui kegiatan
wawancara. Wawancara terutama dilakukan terhadap guru-guru yang memiliki
tugas ganda mengajar di dua macam kelas yang berbeda, untuk mengetahui
mengapa siswa yang bersangkutan masih belum mengalami peningkatan
prestasi belajar seperti yang di harapkan, karena untuk mengetahui hasil
belajar siswa bisa dinilai dari kinerja guru dalam pembelajaran di
kelas.
B. Teknik Analisis Data
Data
yang berupa kalimat-kalaimat yang dikumpulkan melalui observasi dengan
penyebaran angket pada siswa, wawancara pada sebagian guru diolah dan di
analisis supaya menghasilkan kesimpulan yang valid.
Peneliti
menggunakan dua komponen pokok dalam tahap analisis, yaitu data reduksi
dan penguraian data. Data reduksi merupakan proses seleksi pemfokusan
data yang ada dalam angket dan juga dalam bentuk recording. Proses
pemfokusan ini bagian dari analisis yang mempertegas, memperpendek, dan
membuang hal yang tidak penting. Proses ini berlangsung sepanjang
pelaksanaan penelitian dan saat pengumpulan data, setelah data yang
dikumpulkan lebih fokus pada permasalahan. Selanjutnya pada tahap
penguraian data peneliti menjabarkan permasalahan sehingga kesimpulan
akhir dapat diperoleh.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Permasalahan
Data
yang telah terkumpul, kebanyakan permasalahan yang timbul di sekolah
ialah kurangnya motivasi belajar bagi siswa dan penegasan dari guru
dalam melaksanakan kewajibannya. Akibat yang ditimbulkan siswa menjadi
bosan, mengantuk dan malas mengikuti mata pelajaran yang berlangsung.
Memotivasi
siswa dalam belajar menjadi kewajiban utama bagi guru di MA Nurul
Jadid. Sesuai pengamatan terhadap tingkah laku yang tidak di inginkan
dalam proses pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan terhadap
tingkah laku siswa selama KBM berlangsung. Selama pembelajaran
berlangsung, ketika guru menjelaskan materi yang akan disampaikan,
ditemukan bahwa rata-rata siswa di kelas memperlihatkan tingkah laku
yang tidak di inginkan, yaitu mendengarkan musik ketika guru menjelaskan
pembelajaran, bicara dengan teman sebangku, melamun dan bahkan ada yang
tidur di saat KBM berlangsung. Setelah menerapkan aturan-atauran kelas
kepada siswa, kebanyakan guru mengabaikan tingkah laku siswa yang
mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru
untuk mengajar.
Keluhan
siswa mengenai cara mengajar atau metode pembelajaran yang diberikan
guru di sekolahnya, kebanyakan mereka menuntut sistem pembelajaran yang
menyenangkan dan dapat menghidupkan suasana kelas dan juga tidak ambigu.
Siswa hanya dituntut untuk mendengarkan ceramah dari guru dan apabila
siswa tidak memahami, guru menjelaskan kembali sampai siswa tersebut
benar-benar mengerti dan memahami apa yang dimaksud sang guru.
Pendidik
di sini terkesan lebih mementingkan masukan atau input yaitu berupa
stimulus dan siswa harus memahami serta mendapatkan apa yang diberikan
oleh guru yakni berupa respon atau output. Guru berasumsi intinya bahwa
semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati
atau jelas adanya, itu yang di dapatkan dari hasil belajar siswa. Juga
dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya,
bahwa
apa yang terjadi diantara input dan output itu dianggap tidak penting
di perhatikan sebab tidak bisa diamati. Siswa memahami penjelasan yang
di sampaikan guru, di sini siswa telah dianggap belajar tanpa
memperhatikan apakah yang diberikan guru dan diterima oleh siswa itu
berpengaruh bagi proses belajar siswa dalam memahami pelajarannya.
Demikian
yang diperoleh dari salah satu angket siswa dengan jumlah keseluruhan
angket lima puluh yang di sebarkan peneliti pada dua kelas yang berbeda,
sebagai sampel untuk mengetahui proses pembelajaran di MA Nurul Jadid
yang menerapkan model pembagian dua kelas yakni kelas MBI (Madrasah
Berstandart Internasional) dan kelas reguler.
Permasalahan
guru sendiri, dari hasil wawancar terhadap sebagian guru-guru yang
mengajar di MA Nurul Jadid, kesulitan guru dalam pembelajaran kebanyakan
minimnya metode yang di gunakan pendidik dalam menghadapi peserta didik
yang memiliki pola belajar yang beragam dan minimnya pengetahuan guru
mengenai apa-apa yang di butuhkan siswa dalam pembelajaran.
Demikian
permasalahan yang dapat ditemukan peneliti di lapangan, dari uraian
diatas dapat di simpulkan bahwa masalah yang dihadapi guru dalam
penerapan model pembelajaran dua macam kelas di MA Nurul Jadid yang di
jabarkan dalam dua sub masalah di bawah ini, yaitu:
1. Minimnya
pemahaman guru mengenai karakteristik siswa atau apa yang siswa
butuhkan dan minimnya metode atau keterbatasan guru dalam hal mengelola
dua macam kelas seperti yang diterapkan di sekolah itu.
2. Kurangnya
penegasan dan rasa sebagai pemotivator dari diri pendidik dalam
usahanya meningkatkan hasil belajar siswa dan penggunaan metode yang
terlalu ambigu yang dapat menurunkan nafsu belajar siswa.
B. Alternatif Masalah
Dengan
diadakannya pembagian sub masalah, sehingga dapat di berikan alternatif
atau penyelesaian mengenai masalah-masalah tersebut yang di jabarkan
dalam beberapa sub alternatif, yaitu:
1. Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa
Mengenai
pemahaman karakteristik siswa, siswa sebagi subjek didik yang di
harapkan mampu memiliki kompetensi sebagaimana yang telah diterapkan
dalam standart kompetensi, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan
karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang belajar di
sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali dan juga setiap
siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal merespon atau
memahami sejumlah materi dalam pembelajaran. Dengan diadakannya analisis
kemampuan awal dan karakteristik pada siswa, guru akan memperoleh
gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para
siswanya, yang berfungsi sebagai pandangan atau acuan bagi bahan baru
yang akan di sampaikan. Selain itu, guru juga dapat memperoleh gambran,
mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa
sebelumnya, kebutuhan para siswa.dengan berdasarkan pengalaman tersebut,
guru dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta
ilustrasi yang tidak asing bagi siswa (Muflihin, 2009:2).
Alternatif
kedua, guru dapat merencanakan materi pembelajaran yang akan di
sampaikan terlebih dulu. Seharusnya proses pembelajaran yang di
laksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan siswa
dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak
terlalu mengekang dan melebihi terhadap kebutuhan siswa dalam materi
pelajaran. Kenyataan dilapangan, sebagian siswa ada yang sudah tahu dan
sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan di
berikan di dalam kelas. Untuk itu sesuai dengan kemampuan awal dan
karakteristik masing-masing siswa, kita dapat menggunakan dua pendekatan
yaitu “siswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan materi yang akan
dibelajarkan, yaitu dengan cara guru melakukan tes dan pengelompokan,
dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran dan materi
pembelajaran di sesuaikan dengan keadaan siswa” Suparman
dalam(Muflihin, 2009:1).
Hasil
dari tes ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu siswa dapat
dikelompokkan dalam dua kategori, yakni kelas unggulan dan kelas
reguler. Hal ini sudah terlaksana di MA Nurul Jadid dan langkah
selanjutnya hanya butuh pengembangan dan modifikasi metodenya supaya
lebih mendapatkan hasil yang lebih bermutu.
Cara
lain yang dapat dilakukan ialah dengan hasil analisis kemampuan awal
siswa, guru di harapkan dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan
materi pembelajaran. Hasil yang mungkin di ketahui adalah bahwa ada
pokok materi pembelajaran tetentu sebagian besar siswa sudah banyak yang
paham dan mengerti dan pada sebagian materi pembelajaran yang lain
sebagian besar siswa belum memahami. Rencana pembelajaran yang dapat
dipakai oleh guru terhadap kondisi pembelajaran yang sebagian besar
siswanya sudah memahami materi ini, bisa di lakukan pembelajaran dalam
bentuk diskusi yakni siswa di minta untuk menelaah dan membahas di rumah
atau dalam kelompok belajar. Sedangkan terhadap sebagian besar pokok
materi pembelajaran yang belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi
inilah yang akan di berikan pembelajaran secara penuh di dalam kelas.
2. Menerapkan penguat-penguat yang ada dalam teori belajar behavioristik (shaping dan modelling).
Jika
yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri
siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dan respon, dimana hal
ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang di tunjukkan oleh siswa
sebagai hasil dari belajar. Seperti yang telah di terapkan di sekolah,
teori belajar behavioristik bisa membantu meningkatkan semangat dan
motivasi siswa. Di dalam teori behavioristik terdapat istilah shaping
dan modelling, shaping sebagai langkah awal dalam memberikan motivasi
kepada siswa yakni dengan pembentukan perilaku. Masalah yang ada di
lapangan seperti minimnya motivasi belajar siswa yang dapat menurunkan
semangat siswa dalam pembelajaran bisa diatasi dengan di terapkannya
proses shaping atau menguatkan komponen-komponen respon dalam usahanya
mengarahkan subyek didik kepada respon yang di inginkan.
Esti
dalam(Thohir,2010) menyampaikan: Shaping untuk memperbaiki tingkah laku
belajar. Ia mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar
murid antara lain:
1. Datang di kelas pada waktunya
2. Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru
3. Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik
4. Mengerjakan pekerjaan rumah
5. Penyempurnaan
Hasil
dari lima komponen untuk memperbaiki tingkah laku menunjukkan bahwa
kehadiran masuk sekolah bertambah setelah beberapa bulan, motivasi
belajar siswa hidup kembali dan yang lebih penting lagi ialah siswa
menjadi lebih bisa bekerja sama di kelas dan menggunakan waktu belajar
mereka lebih efektif dengan penerapan shaping ini.
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat di terapkan secara tepat oleh operant conditioning.
Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku
orang lain sebagai model. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan guru untuk
memberi motivasi kepada siswa dalam pembelajaran. Clarizio dalam(Thohir,
2010) memberi contoh bagus mengenai bagaimana guru menggunakan
modelling untuk mengembangkan, meningkatkan minat belajar murid terhadap
literatur bahasa inggris. Ia memberi contoh membaca buku bahasa inggris
dengan tertawa terbahak-bahak, kadang tersenyum, mengerutkan dahi dan
sebagainya, demi membangkitkan daya tarik anak terhadap buku tersebut.
Modelling
bisa di terapkan di sekolah dengan mengambil guru maupun orang lain
sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin pelajaran aqidah akhlak,
qur’an hadits, bahasa arab, bahasa inggris seperti yang ada pada mata
pelajaran di MA Nurul Jadid. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan
motorik, siswa diajak ke suatu tempat dimana terdapat sesuatu yang bisa
ditiru oleh anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas atau
sekolah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
pemaparan permasalahan yang di temukan di lapangan dan disertai dengan
alternatif penyelesaiannya, dapat di simpulkan bahwa permasalahan yang
menghambat keefektifan pelaksanaan pembelajaran di MA Nurul Jadid ialah
minimnya pemahaman guru mengenai kebutuhan siswa seta kurangnya
partisipasi siswa terhadap proses belajar di kelas.
B. Saran
Idealnya
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai
dengan apa yang di harapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi
siswa
0 komentar:
Posting Komentar